Kamis, 09 Oktober 2014

Fadhilah Sedekah. >> Erie Sudewo

1. Rasulullah SAW: Orang kaya pergi haji untuk wisata. Pengusaha pergi haji untuk berbisnis. Orang miskin pergi haji untuk meminta-minta

2. Saat politisi kotor naik haji, kita bantu doa agar jadi politisi baik. Saat koruptor naik haji, nah kita pun tak bisa apa-apa lagi

3. Saat koruptor taubat meski di depan Kabah, doanya tertolak. Ada syarat bertaubat. Kembalikan dulu uang korupsinya | #FadhilahSedekah

4. Posisi kita dimana: pengusahakah, karyawankah, selebritikah, atau kita termasuk golongan orang yang biasa-biasa saja? #FadhilahSedekah

5. Siapapun kita, niat memang jadi penentu. Andai mabrur, alhamdulillah. Jika mardud betapa sia-sianya waktu, tenaga dan biaya

6. Tapi adakah yang tak naik haji, tetap bisa mabrur. Bahkan mabrurkan orang lain yang berhaji. Mungkinkah? Kita telaah kisah di bawah ini

7. Syahdan tertidurlah seorang ulama besar dari Irak di Masjid Nabawi Madinah. Dalam tidurnya dia bermimpi 2 malaikat berdialog

8. Malaikat A bertanya: “Berapa orang yang bertawaf tahun ini?”. Malaikat B menjawab: “600 ribu orang” | #FadhilahSedekah #CharacterBuilding

9. “Berapa yang mabrur?” Lanjut Malaikat A. “Tak satupun”, spontan jawab Malaikat B. “Haaah, lalu bagaimana?” Tanya Malaikat A

10. “Ada yang memabrurkan. Tapi orangnya tak jadi naik haji”, jelas Malaikat B sambil menyebut namanya dari kota Damsyik (kini Damaskus)

11. Dia terbangun lantas renungi mimpinya. Dia kini sedang naik haji. Tapi mabrurnya berkat orang lain. Tak naik haji lagi. Aneh

12. Usai haji, segera dia ke kota Damsyik seperti dikisahkan dalam mimpinya. Mudah menjumpai fulan bin fulan karena cukup dikenal di Damsyik

13. Singkat kata sampailah sang ulama di rumah si fulan. Sebagai muslim, tamu wajib dimuliakan. Tuan rumah tawarkan bermalam

14. Tawaran yang musti disyukuri. Sebab dia ingin tahu. Tuan rumah punya amalan apa hingga bisa mabrurkan ratusan ribu jemaah haji

15. Malam pertama berlalu. Tak ada keistimewaan tuan rumah. Tahajud pun tidak. Malam ke-2 dan ke-3 juga berlalu. Tuan rumah biasa-biasa saja

16. Sang ulama makin penasaran. Akhirnya di jelang pamit, dia ceritakan maksud kedatangan dan mimpinya. Kini tuan rumah yang terkejut

17. Saya ini tukang sol sepatu, jelas tuan rumah memulai kisah. 20 tahun lamanya saya kumpulkan dirham demi dirham untuk pergi haji

18. Beberapa hari sebelum berangkat, tiba-tiba tercium bau masakan. Isteri saya yang sedang ngidam ingin sekali cicipi masakan itu

19. Saya cari sumber masakan. Asalnya dari tetangga dekat rumah. Saya ketok. Beberapa anak tampak menunggui panci di atas tungku

20. Anak perempuan yang terbesar keluar. Saya utarakan keinginan isteri. “Masakan ini halal bagi kami. Tapi haram untuk tuanku”, jawabnya

21. “Kenapa?” Tanya saya terkejut. “Adik-adik saya yang yatim kelaparan. Tak ada lagi yang bisa dimakan,” jawabnya | #FadhilahSedekah

22. Saya keluar rumah, mencari kalau-kalau ada sisa roti yg bisa dimakan. Yang ada bangkai keledai. Saya sayat yg masih baik lalu saya masak

23. “Maka makanan ini halal bagi kami. Tapi haram untuk tuanku”, jelasnya. Sambil berpikir kembalilah tukang sol ke rumah | #FadhilahSedekah

24. Mendengar itu, ngidam isteri langsung hilang. Usai diskusi, akhirnya disepakati. Uang untuk haji, disedekahkan semua | #FadilahSedekah

25. Ketika uang itu diterima, anak perempuan terbesar itu berkata: “Sejak uang ini saya terima, makanan ini pun haram bagi kami, tuanku”

26. Tukang sol sepatu dan isterinya tak jadi naik haji. Seluruh tabungan hajinya disedekahkan. Subhanallah. Ridho Allah SWT pun turun

27. Meski urung naik haji, tapi dia tetap raih mabrur. Rahmat Allah pun tak terbatas. Ratusan ribu jamaah haji tahun itu dimabrurkan

28. Sang ulama tercenung atas “kekuatan sedekah”. Uang itu tak seberapa. ONH suami + isteri, cuma Rp 70-an juta kurs sekarang

29. Tapi kumpulkan dirham demi dirham 20 tahun, itulah perjuangannya. Dan jihad sesungguhnya, ketika semua itu disedekahkan

30. Sang ulama bandingkan dirinya. Muridnya ribuan. Tapi 20 tahun menabung akhirnya dilepas, dirinya pun belum tentu sanggup

31. Mungkin tukang sol sepatu tak paham #FadhilahSedekah. Tapi akhlaknya  langsung hasilkan fadhillah sedekah bagi dirinya dan yang lain

32. Kekuatan sedekah tampaknya kecil. Hanya dengan 2 ONH, bisa mabrurkan ratusan ribu jemaah yang sedang bertawaf | #FadhilahSedekah

33. Berkait #TebarHewanKurban, cuma alihkan tempat potong dari Arab ke tanah air. Tak berarti dibanding yang dilakukan tukang sol sepatu

34. Sebab dam haji toh tetap dipenuhi. Haji pun tetap dilakukan. Andai potong kurban di sana, juga tak banyak disaksikan jemaah

35. Alasan pindah tempat potong, juga karena soal darurat. Guna atasi kemiskinan di tanah air. Sesuatu yang amat dianjurkan Islam

36. Bayar dam haji, ini fiqih individu. Sebatas “gugurkan kewajiban denda”. Minim manfaatnya, tak punya kekuatan sosial | #FadhilahSedekah

37. Ketika dam haji Indonesia dihimpun, tampaklah kekuatannya. Bisa menjadi salah satu penawar kemiskinan di tanah air | #FadhilahSedekah

38. Menghimpun dam haji, fiqihnya bergeser jadi fiqih sosial/negara. Ini  “kesalehan sosial”, yang masuk ke ranah tamadun/peradaban

39. Membangun tamadun, mau tak mau butuh keberanian berijtihad. Terobosan diperlukan guna siasahi sehatnya peradaban | #FadhilahSedekah

40. Naik haji dinikmati sendiri. Bantu orang lain, dinikmati ybs. Sementara posisi tukang sol dimana? Naik haji tidak. Uang pun disedekahkan

41. Tukang sol itu mungkin tak paham fiqih-fiqihan. Barangkali juga tak tahu mengapa zakat dahului haji di Rukun Islam | #FadhilahSedekah

42. Sikap tukang sol sepatu tak memikirkan pahala haji. Mimpi 20 tahun kandas gara-gara kemiskinan tetangganya. Moralnya tergugat. Itu saja

43. Kini posisi kita dimana? Andai tukang sol sepatu itu jadi pejabat, sikap dahulukan orang lain bakal jadi kemaslahatan terus-menerus

44. Sedangkan kita sekarang, asyik berhaji/umroh. Menikmati ibadah untuk diri sendiri. Geser kurban pun masih berpikir dosa atau pahala

45. Sementara kemiskinan terus melahirkan kemiskinan lain. Mengoyak kehidupan, menceraikan keluarga, dan merusak tatanan masyarakat

46. Sampai kapan? Hanya Allah yang tahu jawabnya. Bagi kita, apa yg bisa lakukan, just do it. Jangan tunggu kaya dulu atau jadi pejabat dulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar