1. UU Nomor 1 thn 1967 telah dibuat. Sebagian perancangnya kini telah tiada. Tapi warisannya tak selesai. Baik buruknya, selalu debatable
2. Yg masih hidup sampai sekarang, entah bagaimana perasaannya. Sebagai arsitek pembangunan, mereka boleh lihat, makin baik atau buruk?
3. Ada 2 hal yang cegah para arsitek ini bersikap obyektif. Ke-1 mereka perancangnya. Maka sulit mereka katakan hasil rancangnya jeblok
4. Ke-2 kehidupan para arsitek pembangunan tak pernah susah. Sedari awal hingga kini, gaji mereka berlebih dan penuh fasilitas
5. Di antara mereka kini punya yayasan. Kelola bangunan dengan puluhan kamar di atas tanah puluhan ha. Bahkan ada yg di tepi danau. Indah!
6. Tempat itu kini jadi rujukan untuk pelatihan dan peristirahatan. Bapaknya arsitek pembangunan. Anaknya kini kelola yayasan. Sempurna!
7. Andai bukan pejabat, bisakah mereka beli tanah puluhan ha? Kini nilai aset fisiknya ratusan miliar rupiah dan keindahan yg tak ternilai
8. Beruntunglah para pejabat/politisi hidup di Indonesia. Hal-hal seperti ini tidak, atau belum, masuk dalam kategori “memanfaatkan jabatan”
9. Secara kasat mata pembangunan fisik, seolah memang baik-baik saja. Tapi karena punya nurani, maka: Bgmn sesungguhnya Indonesia hari ini?
10. Orang awam kagum lihat negerinya dibangun. Manajer puas, kinerjanya lipatkan uang. Orang bijak merenung: “Siapa pemilik ini semua?”
11. Orang mengaku beragama, masih campurkan yang hak dan bathil. Org beriman gemetar: “Bgmn mempertanggungjawabkan ini semua kelak”
12. UUD 1945 dibuat bukan hanya dengan ilmu. Semangat di balik pembuatan UU itu yang amat mulia. Lindungi dan sejahterakan rakyat
13. Sedang UU Nomor 1 Thn 1967 tentang PMA itu dibuat dengan semangat apa? Ini liberalisasi yg dilegalkan, dikawal dengan bedil dan bayonet
14. Jangan sepelekan UU. Ini menyangkut hidup bangsa. Nah UU No 1/1967 itu, “semangat liberalisasi”-nya mustahil dijumpai di negeri lain
15. Entah bagaimana perasaan pembuat kebijakan ketika menyusun draft UU itu. Beberapa pasal justru bertolak belakang dengan semangat UUD’45
16. Pasal 6 ayat 1: “Perusahaan patungan swasta lokal dan asing boleh miliki/kuasai bidang penting menyangkut hajat hidup orang banyak”
17. Bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, di antaranya seperti listrik, air minum, kereta api, telekomunikasi dan pendidikan
18. Sejatinya UU No 1/1967 itu merupakan “puncak keberhasilan” campur tangan luar. Bahkan UU ini jadi induk dari “pelepasan beragam aset”
19. Turunannya pun muncul sebagai UU No 6 Tahun 1968. Pasal 3: “Investor asing boleh masuk di bidang hajat orang banyak, asal tak lebih 49%”
20. Cara hitung sahamnya bagaimana? Khawatirnya harta/sumber daya kita tak dihitung. Seolah itu harta tak bertuan | #IndonesiaPalingLiberal
21. Freeport misalnya. Saham McMoran, pemilik 91%. Pemerintah kita jadi berapa dong? Kita sebagai pemilik emas dan tembaganya tak diakui
22. Aneh. Sumber daya itu di Indonesia. Tapi tak diakui. Sungguh. Maqom saya tak mampu pahami logika berpikir para perumus kebijakan
23. Sebelum kelola Freeport, kabarnya McMoran ini penambang biasa saja. Sekarang jadi penambang nomor wahid di dunia #IndonesiaPalingLiberal
24. 1994 terbit PP No 20. Intinya pertegas UU sebelumnya: “Perusahaan patungan bebas usaha di bidang yang kuasai hajat hidup orang banyak”
25. Kwik mencatat Aburizal Bakrie dan Boediono umumkan: “Indonesia buka pintu bagi investor asing selebar-lebarnya” #IndonesiaPalingLiberal
26. Bahkan Boediono menambahkan: “Tak ada perbedaan perlakuan sedikitpun antara investor asing dan investor lokal” #IndonesiaPalingLiberal
27. Liberalisasi PMA pun disempurnakan. Maka muncul UU No 25 tahun 2007. Intinya itu dia: “Pertegas tak ada beda modal asing dan lokal”
28. Dengan UU No 25 tahun 2007 tentang PMA, Indonesia telah berhasil nyatakan diri sebagai #NegaraPalingLiberal di dunia
29. Betul-betul kita persilakan liberal berjaya. Pasal 8 UU 25/2007: “Penanam modal diberi hak lakukan transfer dan repatriasi valuta asing”
30. Artinya praktis tak ada yang tak boleh ditransfer ke negara asal. Apapun boleh: Bahan tambang dan hasilnya dalam bentuk valuta asing
31. Ketika Krismon 98, Malaysia ketat larang pecahan RM 500 pergi ke luar. Intinya capital flight dicegah, kedaulatan pun tetap tegak
32. Indonesia memilih berbeda. Kini negeri zamrud khatulistiwa ini sudah jadi contoh menarik studi pembangunan seluruh dunia
33. Seorang teman terpaksa berkata: “Jika anda ingin belajar tentang ‘Negara Gagal’, come to my country, Sir”. Astaghfirullah
34. Saat Boediono jadi Gubernur BI, kepemilikan Bank Niaga diakuisisi CIMB. Lalu BTPN, BII, dan Danamon pun bernasib sama, dibeli asing
35. Orang Malaysia dan Singapore puas. Indonesia yang pernah mereka takuti, kini via lembaga keuangannya ada dalam genggaman mereka
36. Bank-bank yg mereka akuisisi, ribuan cabangnya dari Sabang sampai Merauke. Singapore kecil. Tapi kekuasaannya merambah Indonesia, bukan?
37. Mereka senyum-senyum ke Indonesia. Saat kita melancong, bank terbesar kita, Bank Mandiri, pun tak berkutik di negeri mereka
38. Mungkin pejabat kita bangga bisa layani kebutuhan dunia. Mereka bilang: “Salah sendiri. Mengapa minta dicaplok!” #IndonesiaPalingLiberal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar