1. Immanuel Kant bilang: “Experience without theory is blind. But theory without experience is mere (more) intellectual play”
2. Pengalaman tanpa teori buta. Namun teori tanpa pengalaman, hanya permainan kata-kata belaka | #AntaraTeoriDanPraktek | #CharacterBuilding
3. Mengejutkan! Kata-kata ini mencengangkan. Sebagai intelektual, Kant mengkritisi dirinya. Dan rekan-rekannya sesama korps intelektual
4. Makna yg bisa kita ambil. Kant ingin tegaskan, bicara saja tak cukup. Jangan berhenti di situ. Harus ada action | #AntaraTeoriDanPraktek
5. Meski buta, pengalaman tanpa teori tetap akan lestari. Ini banyak dijumpai di pelosok yang tak terpengaruh intelektualitas
6. Meski buta teori tak paham mengapa terjadi Krismon 1998, toh usaha kecil menengah jadi katup penyelamat. Namanya how to survive
7. Tanpa pengalaman, teori juga akan tetap lestari. Ini banyak dijumpai di kampus-kampus dan lembaga konsultan. Hasilnya how to be rich
8. Teori pertanian segudang, prakteknya cuma 1 atau 2 petak kebun. Penataan kebun baik, bahkan cukup dikelola tukang siram saja
9. Maka teori tanpa praktek toh juga bisa hidup. Malah banyak konsultan hidup yang jauh lebih baik dibanding pelaku usaha | #TeoriDanPraktek
10. Antara teori dan praktek, dikotominya memang meluas. Bisa positif/negatif. Itu tergantung kedewasaaan masing-masing pihak
11. Negatifnya, teori tanpa pengalaman, sebabkan orang jadi “merasa pandai”. Saat aktif di partai, sedih lihat orang pandai “saling ejek”
12. Negatif lain, andai tersinggung, yang teori yang praktisi masing-masinh cari jalan sendiri. Biaya besar, mulai dari 0, melelahkan
13. Di dunia sosial, teori tanpa praktek namanya “omdo”. Singkatan CSR pun jadi Corporate Social Reporting | #AntaraTeoriDanPraktek
14. Laporannya full analisis dan teori. Tapi nilai bantuan, bisa cuma 30%. Biaya berlipat-lipat di konsultan dan laporan kegiatan CSR
15. Di dunia hukum, teori tanpa praktek, membuat nurani jadi tergugat. “Karena yang benar bisa salah, yang salah bisa jadi benar”
16. Maka ambil jatuhan buah kakao, nenek pun diadili dan dihukum. Bagaimana pun si nenek salah. Tapi pengadilan seperti ini “buta tuli”
17. Syahdan datanglah seseorang yang kaya mengadu pada Umar bin Khaththab. “Hai Amirul Muminin, aku menuntut hakku. Hartaku dicuri”
18. Setelah yang mencuri dihadapkan, Umar pun bertanya: “Mengapa engkau mencuri?” Aku lapar, katanya gemetar karena takut
19. Umar pun menggeram. “Pengawal!” teriaknya. Bawa orang kaya ini dan masukkan ke penjara. Semua orang yang hadir kaget | #TeoriDanPraktek
20. “Mengapa aku?” Tanya si kaya. “Engkau kaya. Tapi engkau tak peduli pada tetanggamu yang miskin” | #AntaraTeoriDanPraktek
21. Itulah Umar bin Khaththab. Orang yang hidupnya teramat sederhana. Dan selalu penuh ijtihad dalam memecahkan persoalan masyarakat
22. Maka kearifan hukum pun berkata: “Lebih baik bebaskan orang yang bersalah, daripada menghukum orang yang tak bersalah”
23. Di dunia politik, teori tanpa praktek, berkembang jadi amat “menjijaaaikan”. Lahir politisi kotor. Matilah negarawan | #TeoriDanPraktek
24. Politik itu terbagi 3. Ke-1 politik praktis. Cirinya aktif di partai, kampanye jadi caleg, atau cari-cari massa | #AntaraTeoriDanPraktek
25. Ke-2 high politic. Cirinya punya posisi, seperti pejabat negara atau pimpinan lembaga/perusahaan. Pandangannya = kebijakan
26. Ke-3 hidden politic. Inilah politik sesungguhnya. Yakni lakukan pembenahan pada kelemahan bangsa | #AntaraTeoriDanPraktek
27. Kekuatan sebuah bangsa terletak pada simpul terlemahnya. Apa simpul terlemah bangsa Indonesia? Fakir miskin | #AntaraTeoriDanPraktek
28. Dengan benahi fakir miskin, muncul sebuah kekuatan baru. Dan Indonesia akan menjadi lebih kuat lagi | #AntaraTeoriDanPraktek
29. Saat baru merdeka, kemiskinan bukan isu utama. Konsen rakyat lepas dari penjajah dan temui jati diri. Otomatis hidup pun sederhana
30. Alfan Alfian mengatakan: Dunia politik “tempo doeloe’ didominasi pandangan politisi yang negarawan | #AntaraTeoriDanPraktek
31. Intelek tapi tidak membabi buta hanya agungkan teori. Pandangan para pendahulu kita tetap membumi apa adanya | #AntaraTeoriDanPraktek
32. Bung Karno sebelum kemerdekaan menulis gagasan tentang bangsa, kemanusiaan dan anti penjajahan | #AntaraTeoriDanPraktek
33. Di antara warisan para founding fathers, Soekarno menulis buku: “Di bawah Bendera Revolusi”. Bung Hatta menulis: “Demokrasi Kita”
34. Sutan Sjahrir menulis: “Perjuangan Kita”. Tan Malaka menulis: “Madilog”. M Natsir pun menulis: “Capita Selecta” | #AntaraTeoriDanPraktek
35. Hampir semua tulisan otentik. Kejelasan pandangan dan ketegasan sikap politik. Itu cermin generasi intelektual politisi yang negarawan
36. Kini diskusi ideologis tak lagi setajam dulu. Yang semarak kini tertayang di talk show. Durasi singkat dan dituntut atraktif
37. Isi diskusi jadi nomor sekian. Kini yang hebat adalah yang taktis menjawab dan menang tampilan. Maka minim/kalah gagasan tak lagi soal
38. Tradisi menulis ideologis kebangsaan redup. Diganti buku semi-biografi. Itu semata untuk citra dan kepentingan jangka pendek
39. Maka jika ada buku biografi yang ditulis selagi orangnya masih hidup, tak usah dibaca. Apalagi beli. Itu pasti narsis. Pencitraan
40. Nah mulai detik ini dan esok, kita ikuti nasihat bijak: “Dengar apa yang dibicarakan. Bukan siapa yang bicara” | #AntaraTeoriDanPraktek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar