1. Suami isteri yang bekerja mesti proporsional. Maksudnya tak usah terlalu “kantor maniac”. Sebab apa yakin kantor serius perhatikan kita?
2. Ada contoh pilu. RUPS tak lagi pilih dirut lama. Saat dirut ybs tinggalkan kantor, dia dicegat. Hanya untuk menahan mobil dinasnya
3. Itu mobil kantor, jelas. Tapi sikap seperti itu, tentu tak etis pada orang yang berjasa juga besarkan perusahaan. Anda tahu itu dimana?
4. Itu di perbankan syariah. Jika yang namanya syariah saja bersikap demikian, logikanya bagamana lagi dengan yang tak kenal syariah
5. Karyawan bisa datangkan uang karyawan disayang. Tak bisa datangkan uang atau tak lagi menjabat, karyawan ditendang
6. Saat kita tak lagi di kantor, banyak yg siap gantikan. Saat kita tak di rumah, adakah yg siap gantikan atau apakah kita siap digantikan?
7. Rumah tak terawat, biasanya jadi kotor dan berantakan. Tapi mudah bersihkannya. Siapkan upah, banyak orang mau bersihkan
8. Tapi rumah tangga yang “setengah hati” dirawat, mudahkah dibenahi? Kecuali oleh suami isteri ybs, nyaris tak satupun orang lain bisa
9. Sekali lagi. Banyak orang yg siap diupah bersihkan rumah kotor. Tapi hampir tak ada yg mau terlibat beresi kemelut rumah tangga orang
10. Bisa jadi suami isteri ybs, justru lari dari kemelut rumah tangganya. Tenggelamkan diri di kantor. Larut malam baru tiba di rumah
11. Puluhan tahun suami isteri kejar karir. Sayangnya keluarga terlupakan. Rumah tangga yang begitu indah pun redup. Tak ada kesan
12. Karena tak beri makna, suami isteri yg super sibuk akhirnya tempatkan keluarga malah jadi beban. Menghambat karir yang terus memuncak
13. Akhirnya sadar atau tidak, keluarga memang tak lagi penting dalam kehidupan. Seperti di laptop, tuts “delete” keluarga siap ditekan
14. Karir dan keluarga mesti dirawat. Caranya mesti diseimbangkan. Mati-matian berkarir, keluarga terancam. Pilih keluarga, karir selamat
15. Setidaknya karir suami masih bisa terus menanjak. Sedang karir isteri tetap selamat, meski tak lagi harus melejit spt sebelumnya
16. Rumah tangga tak dirawat, fungsinya sungguh-sungguh hanya jadi tempat rehat sejenak. Seperti tidur di hotel, kebendaan saja. That’s all
17. Di sisi lain, lebih banyak lagi suami isteri bekerja yg masih butuh keluarga. Cuma itu dia, musti dirawat dg lebih berhati-hati
18. Soal anak, diskusi mereka selalu keluhan penjagaannya. Tapi toh isteri tetap disuruh bekerja. Atau isteri sendiri yang pilih bekerja
19. Soal PRT, lagi-lagi hanya sampai di keluhan. Akhirnya daripada tak ada yg urus rumah, siapapun yg jadi PRT diterima. Rumah jadi rawan
20. Aneh. Di kantor, suami isteri tak sembarang terima karyawan. Kualifikasi ketat. Di rumah, apa ada kualifikasi terima PRT?
21. Karena sibuk, kriteria jadi PRT dinomorsekiankan. Dengan harapan dan doa, semoga PRT yg terakhir ini bisa lebih baik. “Nir” jaminan
22. Di kantor, suami isteri dapat layanan baik. SOP-nya jelas. Exellent services. Memang ini yang mereka usung demi perusahaan
23. Di rumah, kondisi berbeda. SOP rumah tangga adalah kasih sayang. Sesulit apapun, tetap harus kedepankan sabar dan mengalah
24. Di kantor, perusahaan bisa bangkrut terapkan sabar dan mengalah. Di rumah, keluarga bisa berantakan terapkan SOP obyektif
25. Di perusahaan, pemilihan direktur ditentukan ketat oleh RUPS. Di rumah, pilih pasangan hidup, sebagian berdasar “rasa hati”
26. Di kantor obyektif jadi komando. Di rumah subyektif pegang kendali. Saat direktur melenceng, pecat. Di rumah, leluasa KO pasangan hidup?
27. Terkadang suami tak senang isteri tak beri layanan baik. Nah bagaimana mau baik, isteri pun pulang juga sudah sama-sama letih
28. Isteri pun terkadang tak terima protes suami. Pikir isteri: “Ini suami paham gak sih. Aku kan baru pulang. Sama-sama lelah, aaah!”
29. Dalam bandingkan kantor dan rumah, bijak ingat pepatah lama: “Lain lubuk lain ikannya. Lain padang lain belalang ”
30. Artinya kantor punya logika sendiri. Sedang rumah pun nuansa sendiri, tak bisa disamakan spt kantor. Ada sama dan bedanya
31. Persamaannya mungkin banyak. Aturan rumah bisa dibuat seperti kantor. Memilih pasangan hidup pun bisa seketat rekrut direktur kantor
32. Inti beda, terutama di balik “how to”-nya. Di kantor, obyektif tak kompromis. Di rumah, subyektif dg kasih sayang. Ini “jiwanya”
33. Begitulah dinamika keluarga. Yang baik, perkuat. Yang salah niat, luruskan. Yang masalah, kembali sujud. Tak ada yang tak punya soal
34. Hidup ini adalah persoalan. Dengan sujud, 'ladang-ladang' jadi sebab #CharacterBuilding
35. Saat meranggas, sabarlah, ihtiar, dan berdoa. Saat subur, bersyukurlah. Terus berbenah menjadi lebih baik
36. Selagi hayat masih dikandung badan, jangan putus rahmat. Ya Allah, limpahkan hidayah rahmat-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar