Minggu, 02 November 2014

Bahaya Bullying. >> by Erie Sudewo

1. Saat Gus Dur bilang DPR seperti Taman Kanak-kanak, kita bilang: “Kebangetan juga Gus Dur. Lembaga paling terhormat dibilang TK”

2. Cuma melihat kisruh DPR belakangan, jangan-jangan, benar juga kata Gus Dur. Lembaganya terhormat. Cuma perilakunya, ck..ck..ck..!

3. Orang terhormat itu “tahu diri”. Bisa bedakan dimana posisinya, mana kepentingan pribadi/kelompok dan negara | #BahayaBullying

4. Anak-anak TK itu “belum tahu diri”. Maka hari-harinya cuma diisi main-main. Mainannya jatuh, menangis. Apalagi direbut | #BahayaBullying

5. Karena kurang main saat TK, apa mungkin anggota DPR jadikan lembaga seperti di TK dulu. Cuma tempat main-main saja | #BahayaBullying

6. Waktu di TK mainannya mobil-mobilan, kini jual BUMN beneran. Saat di TK ngambekan, sekarang pun buat “DPR tandingan” | #BahayaBullying

7. Sayang democrazy sudah crazy beneran. Karena crazy lantas ditutup. Mungkin bisa dilakonkan di Indonesia Lawak Klub. Apa itu?

8. Itu Koalisi Indonesia Hitam musti dipentaskan bersama Koalisi Merah Padam. Hasilnya “black angus”, dipanggang merah membara

9. Bagusnya tak tergagas kabinet tandingan alias “Kabinet Tak Mau Kerja”. Yg satu mati-matian kerja. Yg lain hidup-hidupkan santai

10. Di TK tak kenal bullying. Yang ada “dikit-dikit nangis dan ngambek”. Kini di DPR, bullying tingkat tinggi. Negara dan rakyat jadi korban

11. Nah beranjak di SD, bullying pun dimulai. Alih-alih redup, bullying terus terpupuk. Saat SLTP, menu bullying makin muantaaab

12. Ketika di SLTA, bullying dapat lawan. Berbaku hantam, serang menyerang dg clurit, kelewang, rantai dan apapun untuk saling melukai

13. Jika terbacok berdarah-darah, pembacok bubarkan diri sambil sorak-sorai. Jika ada yang mati, itu lumrah katanya. Resiko perkelahian

14. Saat Menteri Diknas, M Nuh, bertanya bagaimana perasaannya, si penusuk yang anak SLTA menjawab: “Saya puas telah membunuhnya”

15. Saat mahasiswa, bullying meningkat lagi kadarnya. Kini serbuannya sudah merusak/membakar gedung/mobil di kampus | #BahayaBullying

16. Teman-teman mahasiswa lain di sekolah dinas kejuruan, tak mau kalah ber-bullying. Caranya saja beda. Cuma lebih santun

17. Di sekolah kejuruan posma jadi tempat bullying sah/legal. Tak puas di situ, diam-diam di siksa di tempat lain. Hasilnya sama. Mati juga!

18. Setelah lulus, sebagian duduk di DPR. Bullying kini sudah berkembang luas. Menasional. DPR kini jadi “Dewan Pertengkaran Rakyat”

19. Pendidikan bullying di kita memang berjenjang. Skala perorangan, itu SD dan SLTP. Skala regional, itu saat serbuan antar SLTA dan kampus

20. Skala nasional, wilayah bullying mencakup Sabang sampai Merauke. Ketika DPR ke kedubes RI, areanya meruyak juga ke luar negeri

21. Apakah ini tak jadi tontonan dunia luar? Lha iya lah. Malu kah kita? Lha, apa masih punya rasa malu? #BahayaBullying #CharacterBuilding

22. Belum kerja, sudah balik-balik meja. Kerja DPR periode 2014-2019 dimulai dengan saling curiga. Jarak tubuh dekat. Tapi hati terasa jauuh

23. Di arena tinju dan gulat, kita belum pernah saksikan ada meja yang jungkir-balik. Yang kalah terima mutlak keputusan wasit

24. Ada yang tahu kata “Indon”? itu sindiran Malaysia buat kita. Arti Indon adalah: “Ada bangsa yang suka merusak dirinya sendiri”

25. Kita amat masghul. Tapi tak tahu, apa yang sesungguhnya terjadi di DPR. Dalam sikon begini, kita juga mesti hati-hati dengan media

26. Sebagian media kini telah larut dalam politik praktis. Mendukung salah satu pihak. Sajian faktanya sama, opininya berbeda

27. Ketika media telah berpihak pada satu pihak, terang-terangan maupun halus, maka: “Kerusakan Indonesia Sempurna” | #BahayaBullying

28. Boleh-boleh saja media katakan dirinya untuk rakyat dan demi bangsa.  Ternyata sama dustanya dengan politisi busuk | #BahayaBullying

29. Cuma sehebat-hebatnya politisi, tak berkutik di-bullying media. Politisi bersih, saat beseberangan dengan media, remuklah dia

30. DPR/politisi/pejabat rusak atau berseberangan, media leluasa beritakan. Ketika media rusak, siapa bisa beritakan/cegah? #BahayaBullying

31. Bullying media itulah yg dinamakan trial by the press. Saat media sudah jadi hakim, opini masyarakat segera terbangun | #BahayaBullying

32. Saat opini terbangun, jika itu betul, ghibah namanya. Jika itu keliru, fitnah namanya. Maka apa yg terjadi di DPR, sumpah kita tak tahu

33. Kita cuma tahu dari media. Saat media siasahi yang benar jadi salah, kekeliruan dianggap jadi benar. Kebenaran sejati tersisih

34. Di tangan wartawan bersih, penanya bermanfaat besar. Tapi ketika medianya berseberangan, wartawan bersangkutan harus hengkang

35. Di tangan wartawan kotor, penanya perusak nomor wahid. Saat medianya punya kepentingan sama, daya rusaknya tektonik | #BahayaBullying

36. Dampak fitnah, jauuuh lebih fatal. Inilah yang dikatakan “fitnah lebih keji daripada pembunuhan” #BahayaBullying

37. Politisi yg baik pun, ketika di-bullying media, tanpa ampun keluarga dan keturunannya bisa rusak serusak-rusaknya | #BahayaBullying

38. Maka hati-hati dengan media. Tak ada media yang dibangun tanpa kepentingan | #BahayaBullying | #CharacterBuilding

39. Hati-hati dengan kepentingan. Tak ada kepentingan yang manuvernya seleluasa ketika di media | #BahayaBullying | #CharacterBuilding

40. Keliru bisa dimaafkan. Tapi kepentingan tak bisa dimaafkan. Sebab kepentingan akan lakukan apapun untuk capai tujuan | #BahayaBullying

41. Bebas itu penting. Tapi yang lebih penting, tak ada kebebasan mutlak. Jangan sampai: “Sekali bebas, bebas sekali” | #BahayaBullying

Tidak ada komentar:

Posting Komentar