Senin, 29 September 2014

Kota = cermin. >> Erie Sudewo

1. Entah apa yang ada di benak para planolog dan pemegang kebijakan. Bangunan komersial yang sekadar keruk uang diizinkan berdiri

2. Gedung Sate dan Gedung DPRD yang perlihatkan kewibawaan pemerintah, ditertawai juragan kondominium dan mall. Mau kemana bangsa ini?

3. Jika ini saran ITB, rasanya mustahil. Tapi jika ITB, Unpad, UIN Bandung, UPI dan PT lainnya tak berkutik dan diam, bagaimana awam dong!

4. Andai guru besar ITB beri petisi pada Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat, tentu menggetarkan para policy maker | #Kota=Cermin

5. Semarang masih ada protesnya. Namun seiring Prof. Eko Budihardjo, guru besar Undip ini tiada, entah apakah protes berlanjut?

6. Jakarta? Wah jangan tanya lagi kekacauannya. Bahkan kehancuran gedung-gedung bersejarah dipelopori oleh pemegang kebijakan | #Kota=Cermin

7. Dulu ada Gedung Harmoni yang sangat menggetarkan. Kenapa? Karena rasialis. Praktek apartheid juga berlaku di Indonesia “doeloe”

8. Gedung itu hanya boleh dimasuki khusus sinyo-sinyo Belanda. Kecuali jongos, siapapun inlander dilarang masuk | #Kota=Cermin

9. Gedung itu digusur. Di atasnya berdiri bangunan megah Sekretariat Negara. Entah kemegahannya apakah terinspirasi Gedung Harmoni

10. Jika penggusuran konteksnya hilangkan sejarah pahit, kita acungi jempol. Jika gusur sekadar ganti gedung, ck..ck..ck… | #Kota=Cermin

11. Jika penggusurannya hanya untuk dibangun hotel, mall dan perkantoran, bangsa ini memang tak peduli jati dirinya. Semua ukuran, Rupiah!

12. Riwayat Glodok “doeloe”, itu bangunan benteng dan penjara terbesar. Semua diratakan. Berdirilah pasar Glodok tanpa ada yang gugat

13. Beruntung Beos, Stasiun Kota, Museum Fatahillah, dan bbrapa gedung 'jadoel' masih bertahan. Semoga penggalan sejarah ini masih bertahan

14. Situ (danau) di pinggiran Jakarta, berapa yang tersisa? Diratakan, lalu berdiri bangunan. Jika banjir, ya jelas karena itu resapan air

15. Sang pengembang memang menata ruang. Tapi ruangnya seolah steril sendiri. Entah tak paham atau terabas saja rencana tata ruang

16. Planologi Bogor doeloe, pasti amat menarik. Bangunan kolonial itu sebagian masih bertahan. Pohon-pohon raksasa jadi tanda asrinya

17. Namun kini juga mulai porak-poranda. Bangunan jadoel yang wibawanya tampak dari luasnya halaman, satu persatu jadi tempat komersial

18. Ada yang dipertahankan, ada juga yang diutak-atik tambah ini itu. Tapi ada juga yang dirombak total

19. Melihat keunikan gedung-gedung lama itu, agaknya butuh waktu, enerji dan tak mudah mendirikannya. Mesti dilakukan arsitek yang idealis

20. Di tangan arsitek idealis, prinsip disain diterapkan. Bangunan tempo doeloe itu amat tampak filosofinya dan keselarasan dgn lingkungan

21. Bangunan itu bukan untuk 5 tahunan. Paling sedikit 30an tahun. Jika bisa untuk selamanya. Jadi buat rumah tak seperti buat model pakaian

22. Diupayakan gaya arsiteknya mesti bisa melintas zaman. Bisa diterima di zaman berikut. Seperti yang tampak di belahan dunia sana

23. Bangunan abad 16 – 17 pun masih berdiri kokoh, unik, penuh kesan dan menarik. Hingga generasi berikut tak sampai hati menggusurnya

24. Kebun Raya Bogor itu satu-satunya kebun tempo doeloe di Indonesia. Masih memikat. Cukup luas. Dan jadi paru-paru di tengah kota Bogor

25. Pohon-pohon raksasanya yang ratusan tahun, itu pohon langka. Bunyi serangga dan tokek merdu. Burung dan kelelawar  tampak eksotis

26. Cuma lihat. Bagaimana asal-usulnya, koq tiba-tiba di salah satu sudutnya berdiri sebuah restaurant. Keindahan Kebun Raya dinodai

27. Mustahil bisa buka restaurant tanpa izin. Entah apa alasannya hingga muncul kebijakan yang sebenarnya mentertawai sang pemberi izin

28. Tak ada yang protes. Alih-alih boikot, kita malah ikut makan di sana. Di hari Sabtu dan Ahad penuh pengunjung. Yang ultah? Ya ya ya…

29. Garut di tahun 80 – 90-an, jalan-jalan kotanya diteduhi pohon-pohon mahoni raksasa. Tapi masyaa Allah, tiba-tiba ditebas semua

30. Pertanyaan naïf: “Apa alasannya? Dan kemana kayu berkubik-kubik itu? Jika dipakai, untuk rumah siapa? Jika dijual, kemana uangnya?”

31. Garut kini kerontang. Lalu kecuali Dodol Garut, tak ada lagi keindahan kota Garut yang terbawa pulang

32. Ruang terbuka fasum fasos, jujur bermasalah. Di atas kertas ada rancangan. Di lapangan jangan-jangan menyimpang dari rancangan

33. Lapangan sepak bola, bulu tangkis, tinggal kenangan. Cuma lapangan golf lestari terbentang luas | #Kota=Cermin

34. Lapangan bulu tangkis yg lahirkan maestro Rudy Hartono, Susi Susanti terabaikan. Lap golf, tak lahirkan sesiapa, tetap dirawat. Weleeeh!

35. Kota=Cermin. Rapih tertata, itu tanda pemerintah sehat. Kota semrawut, itu tanda warga memang mau menang sendiri

36. Kota yang kisruh, tanda kisruhnya kita. Ayo berbenah. Aa Gym bilang: “Mulai dari diri sendiri, dari yang terkecil dan mulai sekarang”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar