1.# PovertyPreneur dan Social Entrepreneur (SocioPreneur), sama-sama berada di wilayah kemanusiaan. Tapi bedanya antara langit dan bumi
2. #Poverty entrepreneurship itu peluang kewirausahaan yang lahir karena orang miskin harus hidup. Apapun dilakukan untuk sekadar dapat uang
3. Maka di #PovertyPreneur yg paling naïf pun terjadi. Anak-anak yg tiba-tiba muncul bawa payung saat hujan, spt @qadisahRu singgung kemarin
4. Jika sekadar professional, kita beri Rp 2 ribu. Sebab tak ada hebatnya bawa payung. Kita tunggu hujan reda, uang pun tak perlu keluar
5. Yang tersentuh hatinya, tak sungkan beri Rp 10.000 atau Rp 100.000. Mengapa? Karena tahu bahwa ini anak-anak miskin yang perlu dibantu
6. Kerap hati teriris saat gunakan jasa payung. Kita terlindung, si empunya justru terguyur hujan. Demi sekadar uang jajan, dia siap sakit
7. Saat orang asing tiba pertama di negeri kita, dan langsung saksikan fenomena ini, kira-kira “apa yang ada dalam benak mereka?”
8. Satu pikiran, jangan-jangan mereka berkata: “Betapa kejamnya negeri ini. Orang dewasa dan perlente, dilindungi anak miskin yg kedinginan”
9. Sepulang ke negerinya, ceritanya mustahil good news. Boleh jadi katanya: “Di Indonesia masih terjadi perbudakan”. Mati kita, reeek!
10. #PovertyPreneur memang subur berkembang-biak di negeri tercinta ini. Sekali lagi, apa yang mustahil di negeri orang, terjadi di kita
11. Lihat fenomena demokrasi. Konsepnya ideal. Tapi di kita jadi rusak. Apa pasalnya? Itu: “Ada uang, ada suara”. Fenomena merata
12. Sekadar selembar 50 ribuan tak apa. Rakyat bawah jadi paham akali demokrasi. Motto rakyat: “Ambil uangnya, jangan coblos orangnya”
13. Ada 5 kontestan, 1 pemilih dapat Rp 250 ribu. Ada 3 pemilih di satu keluarga, mereka dapat uang Rp 750 ribu | #PovertyPreneur
14. Jika yang terpilih tak bisa bawa perubahan, ya jelas duooonk. Wong dipilih bukan karena keahlian. Cuma karena iming-iming uang
15. Demokrasi di Indonesia kini punya “khas Melayu”. Suara rakyat dibeli kontestan. Suara kontestan dibeli pemodal. Muantaaab!
16. Hasil #PovertyPreneur yang lain: “Negeri minyak, subsidi BBM. Negeri agraris, petani miskin. Negeri maritim, nelayan melarat”
17. Lha gimana kaitan anomali itu dengan #PovertyPreneur? Jelas dong. #PovertyPreneur itu bicara cara berpikir, sikap dan akhirnya mental
18. Di kita tak berarti orang kaya/pandai, bebas dari mental mengemis. Begitu juga dengan pemegang kebijakan. Atau periksa diri kita
19. Bangun negeri dengan utang, undang investor habis-habisan, pasrah saja dengan kehendak mereka, ini cermin sikap orang-orang kalah
20. Sikap orang kalah, pecundang, itu #PovertyPreneur. Sikap pemenang, itu Social Entrepreneur. Next kita bahas di kultwit mendatang
21. Ekspansi bisnis, utang habis-habisan, untuk apa? Apa setelah punya Pulau Jawa, katakan begitu, lantas jadi orang yang paling ter ter ter
22. Apa yang dicari? Gengsi, mahal biayanya. Tak percaya? Tanya orang kaya. Ingin gengsi, jangan-jangan jual ini dan itu. Atau cari utang.
23. Biasa naik mobil lux, bisa guncang hatinya ketika naik mobil rakyat. Rasa-rasa itu, bukankah ini cermin mental orang kalah/miskin
24. Mental miskin itu, amat pede saat kenakan jas dan dasi, mobil mentereng, kantor di lantai sekian. Pebisnis tulen, tersenyum lihat begitu
25. Mental miskin, tak pede ketika kerja di kantor biasa. Saat ditanya kerja dimana, jawabnya tak jelas bertamsil-tamsil. Padahal, gak pede
26. Yg sudah punya rumah, dulu caranya bgmana? Beli dengan utang, wajar. Asal sesuai kemampuan, just do it. Nah ini cerminkan sikap pemenang
27. Dimana menangnya? Dia bisa taklukkan hawa nafsu buruk. Pemenang bicara sikap. Bukan kaya, pandai, atau punya jabatan | #PovertyPreneur
28. Saat pinjam uang, pemenang bukan asal hantam kromo. Dirancang baik-baik. Barang dapat, utang terkendali. Diri dan keluarga selamat
29. Pemenang itu jangan melulu artikan prestasi hebat. Hajatan nikah anak pun bisa jadi contoh pula. Sebab banyak kisah yang terjebak
30. Karena nikah soal seumur hidup sekali, pikiran pun pecah. Sebenarnya ingin senangkan anak atau gengsi orang tua? | #MentalPovertyPreneur
31. Keduanya jadi alasan lah. Meski syarat berat, utang tetap dibela-belain. Cuma amplop tamu yang diharap-harap, ternyata tak cukup
32. Usai hajatan, buntunglah. Meski bibir dipaksa-paksa senyum, hati nyut-nyut juga: Bgmana bayar utang? Bukankah ini tindakan orang kalah?
33. Jangan-jangan tanah dijual untuk bayar utang, atau rumah pun dilego untuk rayakan pesta pernikahan anak. Punya 5 anak, apa yg terjadi?
34. Kita lihat yang terjadi Senin, 22 Sept ’14. Selamat bercengkerama di hari Ahad esok. Salam untuk keluarga. Tabik! #MentalPovertyPreneur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar